Minggu, 15 Maret 2009

Pembangunan Pertanian NTB Belum Fokus

Pembangunan pertanian NTB selama ini belum menunjukan arah yang jelas. Berbagai persoalan masih muncul. Padahal, sektor pertanian paling banyak meraup tenaga kerja. Ketika bicara soal kesejahteraan petani, hal ini masih menjadi pertanyaan terbesar yang belum terjawab.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, Dr. Rosiady H Sayuti menilai pembangunan pembangunan selama ini belum fokus. Demikian pengakuanya saat menyampaikan pemaparan seminar nasional mengangkat soal kebijakan pembangunan pertanian di NTB Sabtu (14/3) lalu.

Rosiady menyebutkan produksi pertanian NTB banyak yang potensial. Semuanya bisa dikembangkan dengan baik. Hanya saja, belum ada yang mengarah pada satu komoditi yang fokus untuk dikembangkan. Ia mencontohkan Provinsi Gorontalo yang telah mampu mengembangkan komoditas jagung.

“Di Gorontalo itu sekarang sudah memiliki laboratorium jagung yang kabarnya terbesar di dunia,” tuturnya. NTB tegasnya mengingat potensi yang ada disadari bisa seperti Gorontalo. Tinggal sentuhan fokus terhadap komoditi apa yang akan dikembangkan.

Menyadari hal itu, ditegaskan Rosiady sektor rumpun hijau dalam dunia pertanian, khususnya tanaman pangan dan hortikultura era NTB bersaing ini akan fokus dalam mengembangkan beberapa komoditi. Pertama disebutkan Kepala Bappeda adalah rumput laut. Dikatakan selama ini yang baru bisa dikembangkan sekitar 30 persen. Tersisa 70 persen katanya yang bisa dikembangkan.

Selain rumput laut, komoditi jagung dan kedelai tahun ini akan fokus. Kedelai Bima ungkapnya dibanding dengan kedelai impor katanya lebih baik. Kedepan diangankan Rosiady, NTB diharapkan punya pabrik perkedelean yang pengembangannya tidak kalah dengan Gorontalo yang mengembangkan jagung. Potensi lahan kering yang masih luas mencapai 1,8 juta hektar (ha) di seluruh NTB. Selanjutnya dalam dunia peternakan akan dikembangkan komoditas sapi dengan program bumi sejuta sapi.

Tingginya produksi pertanian NTB selama ini masih dipertanyakan kemana larinya. Pasalnya, tak terlihat bukti nyata tingginya produksi dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan petani. Harapan pemerintah memang setiap produksi pertanian dapat bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Namun hal itu belum tampak secara riil. Bahkan data BPS menunjukkan Nilai Tukar Petani selalu menunjukkan angka rendah. Di bawah rata-rata 100 sehingga indikator kesejahteraan petani masih terbilang rendah pula.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB (BPTP) NTB, Dwi Praptomo Sujatmiko menilai dalam pengembangan pertanian tidak terlepas dari pemasaran. Sektor produksi tidak akan berarti apa-apa kalau tidak ada pemasarannya. Ia menyarankan pentingnnya pengembangan pertanian pada aspek agribisnis dan agroindustrinya. “Pemerintah harus melakukan pendekatan agribisnis karena semuanya terangkum di sana,” imbuh Dwi.

Khusus dalam pengembangan agroindustri pertanian dalam penilaian kepala BPTP NTB ini petani NTB masih memerlukan banyak perhatian. Dimana basisnya masih bercirikan keterbatasan modal. Tidak kalah parahnya, rendahnya tingkat kependidikannya. Dukungan infrastruktur sarannya harus terus dikembangkan. Pasalnya hal itu diyakini banyak membantu dalam pertumbuhan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani.

Menjawab masih lemahnya pasar, Kepala Bidang Agroindustri Dinas perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB, H. Abdul Haris, MSc, MM mengutarakan semua komoditas pertanian yang akan dikembangkan harus berorientasi market. Pasalnya pengaruh krisis global dinilai berpengaruh terhadap tingkat pengembangan pasar, terutama ekspor selama ini.

Menyingnggung beberapa komoditas yang akan dikembangkan seperti rumput laut, ia katarakan selama ini masih kecil nilai ekspornya. Ia menyebut masih kurang dari 1000 US dolar. Menyadari potensi yang dimiliki NTB cukup besar, ia mengatakan terdapat peluang untuk lebih besar tingkat ekspornya. Karenanya, ia menyarankan untuk all out.

Komoditas ekspor lainnya yang memiliku peluang besar ungkapnya adalah jambu mete. Dimana kapasitas produksi yang bisa dikembangkan sebenarnya bisa 2000 ton. Namun hingga sekarang NTB baru mencapai 800 ton saja.

Terakhir, disampaikan Haris, tembakau Virginia yang dimiliki NTB harus terus diperjuangkan. Sedikitnya 58 ribu hektar bisa dikembangkan. Namun sekarang yang bisa dikembangkan 22 ribu hektar saja. Perjuangan dapat cukai harus terus untuk bisa memberikan tambahan kesejahteraan pada masyarakat. Tidak saja Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng) saja yang mendapat cukai.

Banyak lagi potensi besar yang bisa fokus untuk dikembangkan. Setidaknya ada kesadaran dari pemerintah sendiri untuk mau lebih fokus dalam memfasilitasi usaha pengembangan pertanian ini. Sapta Arlia, salah satu pengusaha pertanian menyentil, paradigma masih harus diperbaiki. Terutama keinginnya dalam berbinsis didunia pertanian yang menurutnya bisa dikembangkan.

Berdasarkan hasil penelitiannya, ia sangat menherankan alumi di Fakultas Pertanian sendiri masih minim upayanya untuk menjadi pebisnis dalam dunia pertanian. Kuliah hanya ingin jadi PNS membebani Negara masih katanya lebih mendominasi ketimbang pengembangan agribisnis dan agroindustri. (rus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar